29 Januari 2014

Hujan Di Depan Pintu

*********-----------***********
Pandanganku menembus jendela.
sesosok wajah yang semalam ada
dalam mimpiku tiba-tiba muncul.
Bayangannya tampak buram. Uap
embun semakin menyamarkannya.
Aku melongo. sesekali menguap
diikuti pertanyaan yang mulai
menggelitik di benakku. Cintakah
yang membawa wajahnya hadir di
balik sana…?. aneh. Tapi, jika ini
bukan cinta, kenapa mendadak detak
jantungku berpacu di atas normal.
Entah angin apa yang membawa
perasaan asing ini. Aku kembali
memejamkan mataku. Sekilas aku
mengingat wajahnya. kecantikannya
relatif. Tubuhnya juga tidak terlalu
proporsional. Namun, aku tidak
menemukan satupun alasan agar
aku bisa menunda perasaan ini.
Aku harap para ilmuwan mulai
meneliti jenis perasaan apa yang
telah membuatku jadi tak karuan
seperti ini. Perasaan yang membawa
tanya baru setelah banyak masalah
yang menerpa hidupku. Semoga
dengan sesachet sampo aku dapat
menghanyutkan perasaan ini. Iya,
setidaknya agar aku dapat
menunjukkan wajah sumringah di
depan para pelanggan toko.
Pagi ini aku beruntung. daya datang
lebih awal dari hari biasanya. Aku
jadi tak perlu repot-repot
membereskan toko seperti biasa.
Tapi, ada yang aneh pada anak itu.
Sikapnya hari ini patut untuk
dicurigai. Aku terus mengawasinya.
Mungkin sebentar lagi aku akan
segera mengetahui modus di balik
sikap manisnya pagi itu. Daya
cengengesan. Aku jadi ngeri
melihatnya.
“woii….” teriaknya menyadarkanku
“hayo, jangan-jangan loe lagi
ngelamunin Vila gue ya” tebaknya
sok tau.
“Aisshh…” timpalku dengan desahan
menyangkal.
“by the way, gue ijin jemput Vila di
kampus ya sob” Pinta Daya sobat
sekaligus partner kerjaku. Tebakanku
tidak meleset, ada saja cara anak itu
untuk meluluhkan hatiku
“cabut deh..!!, sebelum Vila dibawa
cowok lain” kataku menyarankan.
Daya melotot tak terima dengan
ucapanku
“hehh. satu-satunya cowok yang bisa
buat vila kecentilan, ya loe.
Bayangin aja, di depan gue dia
histeris gitu kalo liat loe, hizzt. gue
cium juga tuh cewek” Paparnya
panjang lebar.
“jiahh.. itu si mau loe,” tukasku
dengan nada mengejek.
“Dihh. gue pecat juga loe jadi boss”
Saut Daya sambil melenggang keluar
sebelum aku sempat memprotesnya.
Aku rasa, jadi diri sendiri memang
lebih menyenangkan, dibandingkan
harus berpura-pura jadi orang lain.
Meskipun terkadang anak itu
menyebalkan, tapi aku suka dengan
loyalitasnya terhadap pekerjaan
sekaligus persahabatan kami.
Oya, selain tercatat sebagai salah
satu mahasiswa di sebuah
perguruan tinggi swasta. Aku juga
tercatat sebagai wirausaha yang
masih mencoba peruntungannya.
Raskavara’s Bookstore, sebuah toko
buku sederhana yang berdiri di
persimpangan padat menuju pusat
kota Mataram.
Setiap hari pengunjungnya cukup
beraneka ragam. Ada ibu rumah
tangga yang mencari buku resep
makanan, ada para pelajar yang
sekedar mampir untuk membaca
novel-novel cinta, ada juga yang
datang hanya sekedar kongkow-
kongkow saja, bahkan tak sedikit ada
yang hanya numpang ke toilet. Aku
hanya bisa geleng-geleng kepala
melihat orang-orang dengan karakter
yang berbeda-beda. Tapi,
menyenangkan sekali dapat bertegur
sapa dengan orang-orang yang baru.
Bahkan tak jarang ada yang bisa
dijadikan teman.
Siang itu aku sibuk mencari kunci
motor yang tak sengaja terjatuh di
bawah kolong meja kasir ketika
seorang pelanggan membuatku
tersungkur sampai meninggalkan
bekas merah di sekitar keningku.
“Opps. maaf” katanya merasa
bersalah.
“it’s ok. Ada yang bisa…” kataku
terputus setelah melihat wajah si
pemilik suara itu. Seorang gadis
bertubuh tambun tampak manis
membuatku mematung.
“heii.. gue mau beli buku, bukannya
mau liatin loe bengong di situ”
katanya ketus.
“Hemt. I-iya maaf.” jawabku
menyesal.
Sebelum meneruskan kalimatnya
gadis itu menengok ke kanan lalu ke
kiri. Setelah merasa tak ada yang
mengawasinya ia baru berkata.
“by the way, ada buku tentang diet
yang jitu nggak?” tanyanya setengah
berbisik.
“Nggak ada…” Lontarku spontan. Aku
menggigit bibir bawah gugup karena
tak terbiasa berbohong.
“Hempp.. oke deh. makasih” katanya
dengan nada melemah.
“Heii…” panggilku sambil meraih
lengannya. “cantik itu nggak harus
kurus, dan menurut gue… loe lebih
dari cantik” kalimatku berhenti
disitu. aku terdiam beberapa saat.
wajah itu yang setiap hari berlalu
lalang di pikiranku dan saat ini kami
begitu dekat. Aku kembali goyah,
hatiku kembali diuji. Ouhh. ingin
rasanya untuk sementara
mengalihkan rasa ini. Rasa yang
mulai buta, tak tahu kapan ia harus
muncul secara tiba-tiba seperti ini.
“Loe akan ngerti kalau loe jadi gue”
katanya singkat saja sembari
mengibaskan lengannya. akhir yang
tidak kuinginkan. Gadis itu semakin
membuatku penasaran dengan sikap
yang tidak terlalu manis itu. Hari ini
aku membiarkannya pergi,
setidaknya sampai aku mengetahui
jenis perasaan apa yang tengah
menyambangiku.
Aku terdiam mengulang kembali
kejadian tadi. Mungkin tidak
sepatutnya aku bertingkah seperti
itu. Apalagi terhadap salah satu
pengunjungku. Hufft, rasanya ingin
sekali aku mengulang waktu. Aku
jadi geli mengulang ucapanku tadi.
Seharusnya aku bisa menahan
perasaanku, kalau sudah seperti ini
cara apalagi yang dapat
mempertemukan kami. Baru kali ini
aku terlihat seperti orang bodoh,
bahkan meskipun aku bodoh, aku
tidak akan menunjukkannya pada
orang lain. Termasuk sesosok
manusia yang tiba-tiba muncul
entah dari mana asalnya.
“Raska…” pekiknya seperti biasa.
“aduh… raska makin ganteng aja
deh” katanya sambil bersandar ke
meja kasir.
Tiba-tiba daya juga muncul
beberapa saat ketika vila tiba.
“Vila…” panggil daya mencoba
mengalihkan perhatian kekasihnya
itu dariku.
“huhh… kenapa ya vila nggak jatuh
cinta sama raska aja” kata Vila
terdengar manja. aku tak menjamin
kalimat itu tidak menyinggung
perasaan Daya yang tampak mulai
geram.
“ya udah, mendingan kamu pacaran
aja gih sama Raska” Protes Daya
sensitif. Langkahnya menjauh lalu
diikuti suara ketukan highheels Vila.
Tiba-tiba vila menghentikan aksi
kejar-kejarannya dengan daya
“ini apa, ka?” Tanya vila ketika
langkahnya menyambar sebuah
benda sejenis Id card yang saat ini
terselip di antara jari tengah dan
telunjuknya, “Wait… ini kan cewek
aneh di kelas gue, liat deh, ka!”
ujarnya sambil menunjukkannya
padaku.
Aku jadi penasaran siapa gadis yang
dimaksud vila
“Alera…?” kataku terkejut setelah
melihat wajah yang tak asing lagi.
“raska kenal sama cewek itu?”
Aku tak menggubris pertanyaan vila.
“besok loe ada kelas nggak, vil?”
sautku.
Vila tampak kebingungan namun
tetap meladeniku.
“he-eh, vila ada kelas pagi” jawabnya
membuatku bergairah. Barangkali
inilah cara Tuhan kembali
mempertemukanku dengan gadis itu.
Rasanya tak sabar untuk bertemu
pagi lagi. Cuaca di luar tampak
mendung, waktu jadi terasa singkat.
Aku lebih awal menutup toko.
Sepulang dari toko aku langsung
terlelap agar malam cepat berganti
pagi.
Semalam mimpiku agak aneh. Tapi
aku cuek aja. Yang terpenting pagi
ini aku telah terbangun dengan
perasaan yang semakin menggebu-
gebu. Langit tampak muram
beberapa kali berdehem. Burung-
burung mulai membangun kembali
sarangnya agar terjaga dari hawa
dingin yang mulai berhembus.
Saatnya memulai hari yang baru dan
meninggalkan masa-masa yang telah
berlalu. Sebelum memulai
rencanaku pagi ini, aku sengaja
mampir ke toko. Kadang-kadang
sikap daya tak bisa ditebak, kemarin
manis belum tentu hari ini masih
sekonsisten kemarin. Ranting-ranting
pohon di depan toko masih basah
terkena sisa gerimis semalam. Di
balik kaca toko aku melihat daya
duduk manis di depan mesin kasir.
Heran melihat daya yang biasanya
slengean tampak murung. Rasanya
aku bukan sedang berhadapan
dengan daya, dia seperti orang yang
baru patah hati. Mungkin.
“waww.. kayaknya jam gue salah
deh..” kataku sok-sokan melirik jam
tangan kulitku. Daya sama sekali
tidak melirik kedatanganku.
“gue lagi bad mood” celetuk daya
sekenanya.
Sudah kutebak.
“Oh, baguslah kalau gitu”
Kali ini daya baru mendongakkan
wajahnya.
“Aissh. sobat macam apa loe”
timpalnya masih sempat memprotes.
Aku nyrenges melihat tampang daya.
Menyenangkan sekali bisa menggoda
anak itu. Tapi, tampangnya
membuatku takut pelanggan pada
kabur karena saking ngerinya
melihat wajah cemberut itu.
Ting! ting!. Lonceng pintu bersua.
Keadaan daya tak memungkinkan
untuk menyambut pelanggan. Aku
mengalah saja. menyambut
pelanggan pertama kami hari ini.
Aku tersenyum getir. Pelanggan yang
aku harapkan malah vila yang tiba-
tiba muncul.
“Vila..?, sob bilang gue nggak masuk
ya” pinta daya segera menghilang
seperti kabut yang tertiup angin.
“pagi, ka.” sapa Vila orang kedua
yang tampak lesu hari ini.
“kenapa, vil..?, belum dikasih
sarapan ya” tanyaku keheranan tak
menemukan vila yang biasanya
tampak bersemangat.
“hemmp. daya belum dateng, ka?”
“belum dan kayaknya si nggak akan
datang”
Ucapanku cukup menimbulkan reaksi
yang berarti pada wajahnya.
“vila salah ya, ka” ujar vila
Aku menyembunyikan
keterkejutanku. Gadis manja itu tak
biasanya sedewasa ini.
“Cowok itu ngga suka dibanding-
bandingin”
Vila mendekatkan wajahnya.
“Jadi loe juga akan marah?”
Aku ikut mendekatkan wajahku
padanya.
“Bukan marah lagi, gue langsung
putusin tuh cewek, cari deh yang
lain, cewek yang menerima gue
karena gue Raska, bukan orang lain”
kataku dengan nada ketus.
“Separah itu ya?. Apa cara vila
salah?, padahal kan vila cuma
pengin daya tau, kalau dia
beruntung punya vila, karena itu
juga yang vila rasain sekarang, vila
beruntung banget daya mencintai
vila bahkan kekurangan vila
sekalipun daya juga mau terima.
Aduhhhh… sumpah ya vila bodoh
banget” papar vila. Aku hanya
manggut-manggut aja mendengar
keluh kesah gadis manja itu.
Dari balik salah satu rak buku aku
yakin daya lagi nangis bombay
mendengar ungkapan lugu dari
mulut kekasihnya itu. Benar kan
tebakanku. Daya tiba-tiba muncul
seperti tokoh pria dalam film-film
romantis.
“Dasar bodoh…” tukas daya sok
keren.
Vila terkejut tapi tak bisa menutupi
kebahagiannya.
“Daya.. hemmt, maafin vila ya..!”
tutur vila sedikit malu-malu.
Daya melengos. Vila tampak kecewa.
“maafnya aku terima..” kata daya
tiba-tiba. aku seperti tengah
menyaksikan drama era 80-an.
Setelah saling memaafkan, tubuh
mereka bersatu dalam sebuah
pelukan sementara aku gelisah
mengikuti lajunya jarum jam yang
melingkar di pergelangan tanganku.
“sob, gue titip toko ya,.!!” kataku
tergesa-gesa.
Daya tersenyum, tapi tak mau
melepas pelukannya. Huhh, aku jadi
iri melihatnya.
“Ok. goodluck sob..” kata daya
menyemangati.
On the way ke Fakultas Psikologi. Aku
belum sempat memikirkan langkah
kedua yang akan kulakukan ketika
cinta membuatku berpikir tanpa
logika. Ok, take it easy. pikirku
menghibur diri. Hufft. entahlah apa
yang kulakukan ini masih diambang
wajar…?. yang aku tahu aku datang
atas nama cinta. Sebuah panggilan
hati bukan obsesi yang sebentar
akan pergi, bukan pula emosi yang
sesaat akan mereda. Cinta adalah
seni rasa yang indah. Bukan cuaca
yang dapat diprediksi, karena cinta
datang ketika kita tak mengharapkan
kehadirannya lalu pergi ketika rasa
itu mulai kehilangan maknanya.
Tak ada istilah habis manis sepah
dibuang dalam cinta, tetapi habis
manis sepah dikenang. Dari jarak
beberapa meter aku telah mengenali
caranya berdiri. Wanita yang sedikit
bermasalah dengan rasa percaya
dirinya. Wanita yang tak cukup
pandai memilih gaya rambut untuk
wajah bulatnya. Wanita yang lebih
memilih duduk sendiri di koridor
dibandingkan untuk sekedar
memusingkan trend hallyu wave
yang sedang populer di kalangan
anak muda saat ini. Hemt. aku rasa
tak ada alasan yang cukup sehingga
cintaku harus memilih dia. Rasa ini
benar-benar merepotkanku. Tapi di
sisi lain juga membuat hidupku
semakin bergairah. Aku menghela
nafas beberapa kali. Tanganku
mengepal ke atas. Fighting…!!,
batinku ala drama korea.
“Hei…”
Gadis itu tampak terkejut.
“Loe…?, Raskavara’s bookstore itu
kan?” katanya asal menebak namun
tepat.
Aku senang ia masih mengenaliku.
“wah… loe masih inget, gue raska,
loe Alera kan..?” ujarku sok kenal.
Gadis itu tampak semakin
kebingungan. aku berharap
penampilanku tak membuatnya
ilfeel. Aku hanya berusaha untuk
sedikit tampil beda. Tapi, tetap
menonjolkan sisi raska yang
biasanya.
“dari mana loe tahu…” katanya tak
sempat meneruskan kalimatnya.
“gue rasa ini punya loe deh..” kataku
sembari menunjukan kertas
berbentuk segi empat itu.
“KTM gue…?” Pekik gadis itu
berusaha mengambilnya dari
tanganku.
“Eittzz.. ada syaratnya…”
“syarat apa…?”
Kali ini aku cukup gugup.
Kesempatan nggak akan datang
dengan kebetulan, jadi, aku rasa
cukup pantas sebagai lelaki gentle
aku bicara sesuai dengan apa yang
aku rasakan.
“jadi cewek gue…!” pintaku secara
langsung padanya.
“Hehh. Emangnya di jidat gue ada
tulisan ‘buka lowongan pacar’.
Nothing..!” tukasnya mulai senewen,
tapi malah tampak menggemaskan.
Aku masih tak kehilangan akal
“loe harus tanggung jawab, karena
loe gue hampir gila” tuturku
mendramatisir.
“freak…!, ehh, permintaan loe itu
nggak beralasan” kata gadis itu lalu
berusaha melangkah seperti ingin
menjaga jarak denganku.
Aku berpikir lebih keras lagi
“gue suka sama cara loe berdiri, gue
suka sama cara loe tersenyum, gue
suka sama cara loe bentak gue, gue
suka semua yang ada di dalam diri
loe. Itu cukup kan..?” paparku
sambil bergeser agar sejajar dengan
tubuhnya.
“tapi…” desahnya
“bahkan gue suka sama sesuatu yang
nggak loe sukai dari diri loe”
timpalku menambahkan.
Aku tak menyangka ucapan
terakhirku membuahkan sebuah
senyuman dari bibirnya.
“hemm… loe bukan hampir gila, tapi
loe memang udah gila” balasnya.
“makasih aja cukup kan?” tukasnya
sebelum membuatku gigit jari
kecewa atas kepergiannya.
Aku melongo. Heran. apa yang
kurang dariku…?
“sebenernya gue apa dia si yang
gila…” gerutuku tak ingin berlama-
lama berdiri di situ. Like an Idiot.
Meski hasilnya tidak sesuai dengan
apa yang aku harapkan. Namun, aku
masih berusaha berjalan tegak
menyelusuri jalan ke arah toko.
Siang ini aku masih termangu tak
peduli dengan pelanggan yang
melalang lintang di depanku. Tadi
daya ijin keluar dengan vila. Anak
itu benar-benar tidak
berpripersahabatan. sahabat macam
apa yang meninggalkan sahabatnya
dalam keadaan batin yang
tergoncang seperti saat ini. Hufft.
hidupku benar-benar
dijungkirbalikkan. cinta yang
sebelumnya selalu mengejarku saat
ini malah berbalik arah dariku.
ketika aku menetapkan pilihan
bukannya orang lain yang
menetapkan pilihannya padaku cinta
seakan mempermainkan. Aku bukan
tipe orang yang mudah jatuh hati
pada seorang wanita. Mungkin itu
juga yang menyebabkanku sulit
untuk melepas orang yang sudah
terlanjur aku cintai.
Ting! ting!. lonceng pintu
berdenting. Sejenak aku melupakan
masalah yang tengah mendera
pikiranku. Aku mengalihkan
pandanganku ke sana. Seorang gadis
berbando coklat muncul dari balik
pintu. Rambutnya hampir menutupi
seluruh pundak. Ini pertama kalinya
aku melihat rambutnya digerai.
Sedetik pun aku tak berniat berkedip
ketika gadis itu sempat beberapa
kali berdehem ingin menyadarkanku,
“hehh. balikin KTM gue..!” sergapnya
masih dengan nada ketus sementara
aku masih sok cuek tak
menghiraukannya. “sumpah ya, loe
itu cowok paling nyebelin di antara
cowok nyebelin lainnya” tukasnya
geram.
Seorang pelangganku mulai bosan
menunggu gadis itu bergeser dari
meja kasir
“mba gantian dong, saya juga mau
bayar nih..” protesnya dari tadi
berdiri di belakang Alera
Aku hanya tersenyum melihat reaksi
alera.
“tolong ya mba minggir dulu ada
yang mau antri” celetukku mencoba
menggoda gadis itu.
Wajah alera memerah.
“Ikhh… loee…” gerutunya terlanjur
kesal lalu beranjak pergi menabrak
lonceng pintu cukup keras. Aku
cekikikan saja. Tapi tetap tak
mengalihkan pandanganku padanya.
Dewi fortuna masih berpihak
padaku. Langit tiba-tiba
bergemuruh. awan bersendawa.
Bulir-bulir gerimis mulai pecah di
atas tanah. Hujan seperti tumpah
dari langit. Aku melirik. Gadis itu
mengurungkan niatnya untuk pergi.
Aku pikir dia akan nekad menerjang
derasnya hujan. Untunglah aku
belum terlambat. Tapi, aku masih
belum puas memandangi wajahnya
dari balik pintu toko yang terbuat
dari kaca. Hujan bukannya mereda
malah bertambah deras. Sesekali
telapak tangannya menengadah
secara bergantian merasakan
derasnya air yang tak kunjung surut.
Beranda toko yang sempit mulai
membuatnya basah.
Aku mengambil sebuah payung
merah jambu tanpa motif. Baru kali
ini aku merasa diuntungkan oleh
kebiasaan Vila yang sering
meninggalkan barang-barangnya di
toko. Gadis itu menoleh ke arahku
ketika mendengar lonceng pintu
gemericik.
“hujan…” desahku tak ada
kelanjutannya. Kami diam, ia hanya
diam. Aku tampak bodoh kali ini.
Bukankah ini moment yang
kuharapkan?, come on Raska, it’s not
yourself. kataku dalam hati.
“aku suka suara hujan..” desahnya
menoleh padaku.
Aku tak membalas tatapannya, masih
terpaku,
“oh ya…” kataku tak menyangka ia
memulainya. Oh ya?, aissh, jawaban
macam apa itu. tak berkarismatik.
ujarku tampak dongkol.
Gadis itu maju selangkah merasakan
percikan hujan yang mulai
memantul.
“damai…” lanjutnya
Aku ikut menambah langkahku.
Sekarang aku yang memandanginya
dengan jarak terdekatku. Dari
samping dia masih terlihat manis.
Alera tak menyadari langkahku. Ia
masih menghitung percikan air yang
membasahi wajahnya.
Aku melihat beberapa butir hujan
yang mulai tergelincir dari dagu
hingga ke lehernya. Aku menarik
nafas, lalu menghembuskannya lewat
kata yang hendak kusampaikan
padanya…
“Hujan, sampaikan pada gadis ini
bahwa cintaku sebanyak bulir-bulir
air yang kau jatuhkan, dan seindah
pelangi yang terlukis setelah kau
pergi…” kataku tiba-tiba terlontar
dengan teratur.
Alera menengok kepadaku. aku
tersenyum penuh arti padanya
“Raska…” Desahnya pertama kali
mengeja namaku lalu kembali
mendongak ke langit seperti sedang
berbicara dengan hujan. kilatan
tajam membesit ke langit. Tiba-tiba
suara menggelegar bak raksasa yang
sedang berdehem mengikuti kilatan
itu. Duuuaaarrr…!!. Jantungku
berhenti berdetak. bukan karena
suara petir tadi. Nafas kami saling
bertukar. Aku menyukai aroma mint
dari bibirnya. Payung di tanganku
terlepas begitu saja. Aku belum
sadar dengan apa yang sedang
terjadi. lantunan hujan mulai
mengiringi, suaranya kedengaran
seperti nada-nada fur elise. Dada
kami semakin gemetar saja. jangan
salah paham, ini benar-benar
kebetulan atau mungkin
keberuntungan. Bibir kami tak
sengaja bersentuhan. Mata kami
dipadukan. Bibirnya bergetar.
Nafasnya semakin tak teratur.
Rasanya seperti terkena sengatan
mematikan. Dan jauh di dalam
matanya ada aku bersama hujan
yang membawa butiran cintanya
hingga jatuh ke tanah.
    

End..

Penulis    

Cmst.bts.monta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar