07 Desember 2014

Calon mayat menggali kubur

Seperti gerimis dengan rintik yang tidak sopan ,
derap menderap langkah para penjagal memasuki kampung mengutip beberapa petaka calon mayat dari lajur kiri yang terfitnahkan.
    
Menderu - deru jeef dan truk .

Batuk,
melayan kepentingan ritual tuan negeri menjagal pemuja arit dan palu , meringis memasuki tanah lapang calon kuburan massal.

Ideologi berkata ,
seperti titah tuhan , meninggalkan jutaan yg di tinggalkan dengan kehancuran pilihan terkucilkan untuk waktu yang panjang.

Panjang,
sepanjang rintihan dari ayah saudara sanak mereka dari penghuni jeef truk sombong yang menjemput para calon mayat terbiar.

Dengan harapan rusak , nafas sisa amukan sepatu si loreng buntung , serta sekerat cemas dengan degup batin yang luka parah , sejumlah laki - laki kurus terus menggali .

Ya , gali bukan sepeti sehari kemarin , menggali menghias pertiwi dengan jerih iklas khas petani pada petak - petak penghasil ranum beras penerus hidup seisi pertiwi.

Galau kah mereka menggali ??, jelas !!
Tuhan saja menangis malam itu.

Mereka menggali membuat kelengkapan ritual penjagalan agar ringan beban tugas para panitia loreng berwajah dingin.

Subuh sepi , tanah lapang hening , sejumlah lelaki calon mayat berusaha menghirup sepuas - puasnya udara terahir setelah kerja menggali perlengkapan kematian mereka.

Dari pucuk panas baja , beberapa letusan si pencabut nyawa memecah hening subuh , angin berhenti sejenak , dan tanah lapang siap menjadi saksi bisu tentang di mulainya derita dari jutaan mereka pewaris sial yang di tinggalkan para lelaki yang resmi menjadi mayat setengah pagi.

Delima , 2014
Cmst

Tidak ada komentar:

Posting Komentar