30 Januari 2014

Satu Angan

Aldenalib 30 januari
.........

Coba ku tepis angan tentang dirimu
Coba kau resapi makna airmata ini
Sekian lama aku termenung dalam
duka
Setia menemani mimpi indah
tentangmu
Mencoba mencari jejak hatiku
Namun kenyataan bahwa hanya di
hatimu
Aku temukan angan kelabu untuk
menanti datangnya MIMPI INDAH.
“Coba sebut satu kata.” Kata Afiel
padaku. Aku menoleh padanya,
kemudian tersenyum semanis yang
aku bisa.
“Api.” Jawabku singkat sesuai
permintaannya. Afael mengambil
buku fisika-ku kemudian mencoret
sesuatu disana. Aku hanya mampu
mengeleng, tak berani memarahinya
karena mencoret buku pelajaranku.
“Nih,” Kata Afiel sembari memberi
bukuKu. Ia segera bankit dari
duduknya, sebelah tangannya
menyentuh rambutnya sehingga
membuat rambut hitam kelamnya
tampak aut-autan. “Baca saat jam
pelajaran fisika.” Lanjutnya
meninggalkan mejaku.
Aku mengangkat bukuku dengan
wajah bingung. Apa maksudnya?
Batinku, namun sejujurnya aku tak
berani mengingkari perintah mahluk
Tuhan yang satu itu.
Aku kembali memperbaiki posisi
dudukku ketika Ibu Fahra memasuki
kelas. Aku melirik Afiel yang sedang
santai menatap papan tulis, lelaki
itu menyenyumiku. Apa yang kau
tulis Afiel? Pernyataan cinta kah?
Memikirkan hal itu, aku jadi senyum-
senyum tak jelas, sambil mencium
buku fisikaku. Uh, indahnya jatuh
cinta itu.
Perlahan ku buka buku fisikaku,
dengan hati-hati membalik halaman
per halaman. Disaat Ibu Fahra
menulis dengan tinta merah pada
papan tulis “BAHASA INDONESIA”,
aku malah mempelajari fisika. Dan
aku menemukan halaman itu.
API
Seperti api yang menghangatkan
tubuhku saat senyuman itu berhias
di bibirmu
Kadang kesepian merasuk namun tak
membuatku melupakan bara api
cintaku
Andai api ini dapat kupadamkan
namun segalanya telah terlambat
untuk diakhiri
Karena mencintaimu bagai api yang
membungkus hatiku.
Ya Tuhan! Puitis! Aku mengangkat
kepala dan melihat wajah Afiel, ia
semakin tampan dan berwibawa.
Huh, kenapa aku sangat
mencintainya? Lalu Afiel tersenyum
padaku, senyuman yang sukses
membuatku mati gaya.
“Kamu selalu sukses buat aku
semakin mencintaiMu!” Gumam ku
menatap kagum pada Afiel.

Seperti apa itu rasa cinta
sebenarnya? Meskipun aku telah
memiliki rasa itu namun aku masih
belum bisa mendapatkan pejelasan
tentang arti dari perasaan yang
paling norak itu. Seperti apa
perasaan Afiel padaku? Mungkinkah
hanya sekedar iseng saat
menawarkanku sebuah kata?
Aku menggeleng lemah, menepis
semua bayang tentang cinta. Aku
terlalu berangan indah untuk hal
itu, Angan yang sudah lama ku
mulai. Aku bersandar pada ayunan
besi di taman sebuah TK yang
berlokasi sedikit dekat dengan
sekolahku. Seperti inilah
pekerjaanku, setiap pagi sebelum
sampai di sekolah selalu singgah di
TK ini dan menyempatkan diri untuk
BERANGAN.
“Lo suka juga ya nongkrong di sini
seperti anak-anak TK,” Celetuk
seseorang dari belakangku. Aku
menoleh dan agak terkejut
mendapati senyuman dan wajah
Afiel. Aku sedikit mengeser dudukku,
mempersilahkan Afael duduk.
“Lo Ngikutin gue?.” Tanyaku sedikit
sensi. Afiel tertawa renyah sembari
mengangkat sebelah tangannya
menyentuh pipiku.
“Gue nggak punya hobby ngikutin
cewek. Gue juga suka suasana TK
ini,” Jawab Afiel kembali
menurunkan tangannya. Aku
berpaling sedikit memberi Afiel cela
agar ia melanjutkan kata-katanya.
Namun sayang, ia ternyata tak
berniat melanjutkan kata-katanya.
“Nah, kalau gitu, Lo sama kayak gue,”
Kataku dengan nada suara
bergumam.
“BEDA!,” Teriaknya antusias. Aku
mayun dan hanya terdiam di tempat
dudukku.
“Mana buku fisikaMu,” Pinta Afael
sembari menengadahkan telapak
tangannya padaku. Keningku
berkerut samar tetapi tanganku
merongoh tas sekolah mengambil
buku fisika.
“KAMU!.” Kataku menyodorkan buku
fisika padanya. Ia tersenyum
mengerti maksud kata-kataku. Afiel
kemudian mencoret beberapa
kalimat di dalam lebaran buku.
Setelah selesai ia menyodorkan buku
itu kembali padaku.
KAMU
Kamu bagaikan tetes-tetes embun
pagi ini.
Kamu, selalu hadir dalam angan dan
mimpi kelabuKu.
Sebersit rasa ragu datang menemani
Akankah kulihat embun pagi itu hari
esok?
Tinggalkan ragaku menanti KAMU di
buntutnya jalan menuju cintaMu.
Kami berjalan sejajar, Afiel
menyelipkan kedua tangannya ke
dalam saku celana seragamnya, Aku
hanya berjalan dalam diam sembari
memeluk buku fisika. Kami hendak
menuju sekolah.
Rumah Afiel ternyata berada di
sekitar perumahan elit di kompoleks
TK itu. Huh, sudah pasti ia setiap
pagi melewati TK itu menuju
sekolah. TIDAK! Baru hari ini ia tak
membawa motor kawasaki ninjaNya.
Ayo, Afiel. Cerita padaku mengapa
kau meninggalkan kendaraan
setiamu itu?

Kami berpisah di koridor ruangan
osis karena Afiel hendak
mengerjakan sesuatu di ruangan itu.
Aku hanya menganguk agar terkesan
mengizinkan Afiel pergi
meninggalkanku walau sebenarnya
aku sedikit keberatan.
“Kalian berangkat bareng?” Tanya
Chida padaku. Aku menoleh sembari
menganguk.
“Wah, nggak nyangka, jadi gosip itu
bener?!” Kata Chida sembari
mencolek lenganku. Aku mendelik,
menatapnya tak mengerti.
“Gosip apa?” Tanyaku polos.
Chida menatapku nanar. Katanya,
“Pura-pura tuli? Seisi sekolah ini
sudah membicarakan gosip itu sejak
awal februari tahun kemarin hingga
kini, nggak logis kalau Lo nggak
tahu.” Sahut Chida mengeratkan tas
pada bahunya.
“Gue nggak ngeti.”
“Jadi beneran lo nggak tahu?
Padahal jelas-jelas lo jalan sama
Afiel,”
“Oh, jadi ini ada sangkut pautnya
sama dia,” Jidatku di tepuk Chida,
gadis itu dengan gemas
memandangiku.
“Lo mendadak O-On yaa. Tentu aja
semua ini ada sangkut pautnya sama
Afiel, tadi kan gue udah bahas tadi.”
“Suer, gue nggak ngerti sama sekali,
Juga nggak tahu apa maksud lo.
Tolong di perjelas.”
Dan Chida menceritakan semua. Aku
tersenyum, tersenyum bahagia.

Aku membolak-balik lembaran buku
di hadapanKu, Membaca setiap larik
indah di antara rumus-rumus fisika.
Sudah sebulan lebih Afiel selalu
menanyakan ‘satu kata’ jika kami
bertemu di sekolah atau di taman
TK, Dan aku sudah tahu alasan
mengapa sifatnya berubah 100%
daripada pertama kali aku
menempati bangku duduk di
samping mejanya. Aku tahu dan kini
mengerti.
Tetapi itu hanyalah angan kelabu,
seperti setiap kalimat yang ia
tuliskan dalam bukuku, ia selalu
memastikan bahwa ada kata itu
‘ANGAN’. Seperti larik-larik ini.
DI CINTAI
Di Cinta dirimu mungkin terlalu
asing untuk dunia mendengar
Disaat aku menjauh namun rasa ini
berhenti pada titik hatimu
Membawaku jauh dan semakin jauh
mencintaimu
Tak sedikit hasrat hati ini untuk
terus di Cintai dirimu
Menarik hatiku bagai magnet karena
di Cintai dengan cinta bagaikan
emas murni.
Dan aku takkan meninggalkan kamu
dalam angan kelabu ini.
Atau seperti kalimat ini.
JANGAN
Jangan selalu menemani angan
kelabu ini
Jangan biarkan sepi merongrong
malam dingin ini
Jangan biarkan aku menjauh dari
kehidupan bersamamu
Jika suatu saat nanti kita berpisah
mungkin cinta hanyalah Angan
kelabu
Jika tak seharusnya aku disini maka
jangan kau sesali pertemuan kita.
Jangan biarkan hatimu terpaku oleh
luka karena angan yang semu.
Atau kalimat yang paling kusukai ini,
aku selalu membacanya tanpa bosan
sedikitpun.
ANDAI
Andai angin masih berhembus di
wajahKu, aku tahu bahwa saat itu
dan ini kau masih disisi
Anda mentari melahirkan cahaya
penuh perak dan emas, aku tahu
bahwa cintaku masih sama seperti
dulu.
Andai hujan membawa salju, aku
tahu bahwa engkau masih milikku
Dan mohon jangan biarkan andai-
andaiku ini hanya sekedar ANGAN
dalam ANGAN kelabu.
Tetap temani aku menjadi peri
kecilku yang selalu PUTIH.
Ya Tuhan, tolong bawa aku
bersamanya sekarang. Aku tak ingin
Ini semua berakhir karena memang
ini hanya angan kelabu KAMI.
Tuhan, sempurnakan aku dengan
hadirnya disini. Aku ingin melihat
senyum yang dulu selalu menghiasi
pagi penuh embun. Beri aku sedikit
waktu untuk menghabiskan sekali
lagi waktuku bersamanya.
Aku menangis di taman TK yang
pernah kami singahi bersama,
berlabuh dan menangis bersama
embun pagi. Aku sudah kehilangan
Afael Seminggu ini, ia pergi demi
masa depannya, ia pergi sebelum
menyatakan MENCINTAIKU. Ia
meninggalkanku bersama beribu
sanjaknya, bersama kenangan yang
kini menjadi Angan kelabu semata.
Kudengar suara angin melambai
ranting pohon di samping ayunan
besi, Aku menyembunyikian
tangisanku di balik buku fisika yang
telah menjadi saksi cinta Afael.
Rasanya aku ingin merobek isi buku
ini agar membuatku melupakan
Afael, namun mana mungkin itu
terjadi disaat aku benar-benar tak
bisa melupakannya.
Tubuhku di guncang sebuah tangan,
tangan itu memengang lututku. Aku
menengadah mendapati seorang
bocah lelaki sedang menatapku -Iba.
Bocah itu menghapus airmataku
yang masih bercucuran, aku
terkesima dengan perbuatan anak
kecil Polos itu.
“Kakak, jangan nangis dong. Cinta
itu nggak akan tega meninggalkan
malaikatnya.” Kata bocah itu, ia
tersenyum dan itu membuatku
menangis lagi, lagi dan lagi. Tiba-
tiba ia memberiku sebuah baju kaos
biru polos padaku, ia lalu pergi
meninggalkan ku.
Aku memandang kaos itu. Apa
maksud bocah itu? Mengapa ia
memberiku kaos murahan ini?
Dengan perasaan tak menentu, aku
membuka lipatan kaos itu dan
betapa kaget saat mendapati larik-
larik itu disana.
SENDIRI
Sendiri mungkin membuatku sesak
tetapi aku sadar ada kamu
menemani
Sendiri meresapi murninya perasaan
cinta membuatku tak mampu lebih
jauh darimu
Maaf bila dulu Angan kelabu itu
selalu menghantui langkahku
Maaf bila aku harus pergi
Dan
Maaf bila kini aku harus kembali
mengakhiri kesendiriaanKu.
Dan tepat saat itu sebuah jemari
menghapus airmataku yang
berjatuhan. Jemari yang selalu ku
nantikan, Jemari yang selalu ku
rindukan. Afiel Kembali! Aku
memeluknya dan menangis hingga
aku sadar bahwa kebahagiaanku
sepenuhnya adalah bersamanya.
Dan angan kelabu itu hanyalah
berwujud sebuah ketakutan.
“Jangan pergi lagi.” Pintaku disela
tangisan.
“Aku berjanji, Lantika.” Jawabnya
tegas.
Lalu ia mencium keningku sembari
mengucapkan kata-kata itu. “Aku
selalu mencintaimu, dulu, sekarang
dan sampai selamanya perasaan ini
takkan pernah terkoyak.”

End...

Penulis  


Cmst.bts.monta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar