Wajah mentari sedang terluka,
siang merah seperti darah,
amuk marah memanggang bumi.
Tanah tak sejuk lagi.
Mata air di rahimnya bertahap
menjadi nanah.
Terdengar kabar dari utara
tempat bertahta aurora,
tentang salju yang tak lagi beku,
meluruh di ombak biru.
Laut menanggung beban berlebih,
seperti langit yang lelah menangis,
seperti bumi yang menjerit pedih,
seperti udara yang terus meringis.
Kemana kau kupu-kupu?,
merindumu di sela angin lalu,
tapi kepompong enggan kau
tinggalkan.
Dimana kau tuan belalang?,
mungkin melupa jalan pulang,
sibuk mendo'a agar tak diciptakan.
Ooo betapa malam gerah meremang,
tiada lagi kerlip kunang-kunang,
mungkin bumi sedang dikutuk
bintang.
Hingga pawana menjadi garang,
mengutus tsunami menghantam
karang.
Ooo akankah kenapa berakhir, apa
tangis bumi mengisak tanya??,
rumput bergoyang tidak tahu
jawabnya.
Apatah lagi ilalang di lembah, hanya
mampu mengucap serapah.
cuiih!!.
Coba tanya ke gedung sana
pasti manusia tahu jawabnya.
Cmst.bts.monta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar